Mengenai Saya

Foto saya
Magetan, Jawa Timur, Indonesia
Seorang pekerja keras, Pantang Menyerah, Penasaran, Cerdas, Sabar, Baik, Selalu belajar, Ingat pada TUHAN dalam keadaan apapun.

Total Pengunjung

Sabtu, 16 Juni 2012

RSBI Harus Dihapuskan (Setuju, 75%)

JAKARTA – Para pemohon penguji UU Sisdiknas (RSBI) telah menyampaikan Kesimpulan Perkara Nomor 5/PUU-X/2012 pada Selasa, 29 Mei 2012 di Mahkamah Konstitusi (MK). Setelah melalui 8 kali persidangan, para pemohon yang diwakili tim advokasi anti komersialisasi pendidikan  menyimpulkan, keberadaan RSBI/SBI yang didasarkan adanya Pasal 50 ayat (3) UU No. 20 tahun 2003 tentang UU Sisdiknas merupakan bentuk kesalahan dan kekeliruan Pemerintah dalam menjabarkan makna amanat Pembukaan UUD 1945 untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.
Secara norma dan implementasi, tim anti komersialisasi pendidikan menilai, bahwa RSBI/SBI bermasalah dan harus dihapuskan karena telah mengakibatkan kerugian konstitusional bagi Para Pemohon dan banyak warga negara Indonesia.
“Pasal 50 ayat (3) UU Sisdiknas berbunyi Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional,” katanya dalam siaran pers yang diterima kedaiberita.com, Rabu (30/05/12).

Sebagai pemohon pihak tim anti komersialisasi pendidikan menyatakan, keberadaan RSBI/SBI yang mendasarkan seleksi pada intelektual dan keuangan calon peserta didik, adalah bentuk tindakan penggolongan atau pembedaan perlakuan terhadap sesama warga negara berdasarkan status sosial dan status ekonomi. Sehingga keberadaan RSBI/SBI merupakan bentuk kebijakan diskriminatif dari Negara yang dilegalkan melalui Undang-undang.

“Hal tersebut bertentangan dengan UUD 1945, UU HAM bahkan UU Sisdiknas sendiri. Selain itu juga bertentangan dengan Kovenan Internasional Hak Sipol, Kovenan Internasional Hak Ekosob serta Konvensi UNESCO menentang Diskriminasi dalam Pendidikan (1960),” jelas tim advokasi anti komersialisasi pendidikan.

Menurir tim advokasi, kebijakan diskriminatif tersebut selanjutnya dilakukan dengan menggelontorkan dana dalam jumlah yang signifikan kepada sekolah-sekolah yang sesungguhnya sudah bagus ketimbang mengalokasikan dana secara khusus ke sekolah-sekolah terbelakang.

“Ini berarti semakin tinggi standar kualitas suatu sekolah semakin besar pula peluang sekolah itu mendapatkan privelege dana khusus dari pemerintah maupun dari masyarakat, serta semakin tinggi pula kesempatannya untuk menjadi sekolah yang lebih bermutu lagi,”
Sebaliknya bagi sekolah-sekolah non RSBI/SBI justru semakin tertinggal, karena tidak mendapat dukungan dana yang signifikan dari pemerintah dan ada larangan melakukan pungutan.
“Bukankah sekolah-sekolah terbelakang seharusnya mendapatkan dana khusus dalam jumlah besar agar dapat mengejar ketertinggalan? Ini artinya pendidikan bermutu disadari atau tidak hanya dapat dinikmati oleh sekelompok kecil warga negara tertentu,”  terangnya.

Tim advokasi komersialisasi pendidikan meningatkan, bahwa pendidikan sudah ditetapkan oleh konstitusi dan konsensus nasional sebagai salah satu jalur pemerataan, peningkatan akal budi warga negara Indonesia menerapkan asas egaliter dalam pelaksanaan pendidikan.

“Sedangkan melalui aneka keistimewaan yang ditopang oleh aneka jenis pendanaan yang sudah mulai dipertanyakan efektivitas dan penggunaannya, RSBI/SBI dengan sengaja menimbulkan kekastaan di kalangan warga yang justru mau dihapus oleh revolusi kemerdekaan nasional,” tuturnya.

Tim advokasi komersialisasi pendidikan mengatakan, penyelenggaraan RSBI/SBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan esensialisme, yang berkeyakinan bahwa pendidikan harus menyuburkan dan mengembangkan eksistensi peserta didik seoptimal mungkin. Sementara filosofi esensialisme menekankan pada pendidikan yang berfungsi dan relevan dengan kebutuhan, baik individu, keluarga, masyarakat, baik lokal, nasional, dan internasional.

Padahal menurut tim advokasi komersialisasi pendidikan, falsafah sistem pendidikan nasional Indonesia adalah Pancasila, dan pendidikan nasional ditujukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan YME, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab harus selalu berdasarkan pada pandangan hidup bangsa Indonesia.

“Oleh karenanya, kami berharap Mahkamah Konstitusi (MK) dapat obyektif melihat persoalan RSBI/SBI sehingga dengan alasan yang tak terbantahkan lagi dapat segera membatalkan Pasal 50 ayat (3) U Sisdiknas, karena nyata-nyata telah bertentangan dengan Pembukaan, Pasal 28C ayat (1); Pasal 28E ayat (1); Pasal 28I ayat (2); Pasal 31 ayat (1); Pasal 31 ayat (2); Pasal 31 ayat (3) dan Pasal 36 UUD 1945,” pungkasnya.

2 komentar:

  1. karena RSBI & SBI, guru-guru saat ini menjadi musuh para murid dan ortu murid. Guru-guru sekarang sudah tidak ingat dosa, tidak ingat mati, selalu menipud dan menipu berkedok RSBI dan SBI.
    Saya mohon segeralah pecat kepala sekolah jajarannya setiap sekolah berlebel RSBI & SBI. Masih banyak yang mau jadi guru yang jujur.

    BalasHapus
  2. kalau suatu sekolah mau hancur prestasinya ya jadikan saja RSBI atau SBI. Sebab kalau mau masuk ke sekolah RSBI atau SBI orientasinya dengan syarat nilai NEM , nilai test masuk atau nilai lainnya tapi dengan Uang-lah jelas anak anda bisa diterima. Musuh nyata Negara dan Bangsa Indonesia saat ini adalah Kepala Sekolah dan Para Guru/staf pengajar di sekolah-sekolah RSBI atau SBI.

    BalasHapus

Lokasi Pengunjung